Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan bahwa ketidakhadiran Presiden Prabowo Subianto dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Kanada pada 15-16 Juni 2025 tidak disebabkan oleh keberpihakan terhadap blok negara tertentu. Hasan, di Kantor PCO, Jakarta, pada hari Senin, menjelaskan bahwa alasan utama ketidakhadiran tersebut adalah benturan jadwal dengan sejumlah undangan strategis lainnya yang telah dikonfirmasi sebelumnya, termasuk kunjungan kenegaraan ke Rusia dan Singapura pada 16-20 Juni 2025. "Presiden menerima banyak undangan kehormatan dari berbagai negara. Namun, beberapa di antaranya memiliki waktu yang bersamaan, dan lokasi yang jauh—Kanada, Rusia, dan Singapura. Pemerintah tentu sangat menghargai semua undangan ini," ujarnya. Hasan Nasbi juga menjelaskan bahwa undangan yang diterima Presiden Prabowo untuk menghadiri berbagai forum global—termasuk St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) di Rusia dan annual retreat bersama Singapura—telah dikirim dan dipersiapkan jauh lebih awal dibandingkan undangan G7 yang baru diterima pada awal Juni. Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kehadiran Presiden di SPIEF merupakan bentuk penghormatan terhadap undangan Rusia yang telah direncanakan sejak Maret atau April 2025, dan Presiden dijadwalkan untuk menyampaikan pidato penting dalam forum tersebut. Sementara itu, kunjungan ke Singapura juga dianggap strategis, karena berpotensi menghasilkan lebih dari 10 kerja sama bilateral yang bernilai tinggi bagi Indonesia. Hasan menegaskan bahwa posisi Indonesia dalam politik luar negeri tetap konsisten pada prinsip bebas dan aktif, tanpa berpihak kepada blok manapun. "Oleh karena itu, Indonesia tidak berpihak kepada blok manapun, kita tidak melihat dunia dalam hitam putih. Jadi spekulasi-spekulasi semacam itu, yang cenderung mengarah ke blok tertentu, tidak ada. Kita baru saja menyelesaikan tonggak penting menuju keanggotaan OECD, sambil juga aktif dalam BRICS, G20, dan APEC," ujarnya. Menurutnya, partisipasi Indonesia dalam berbagai forum internasional, baik yang dipimpin oleh negara Barat maupun Timur, sepenuhnya didasarkan pada kepentingan nasional dan manfaat strategis bagi bangsa. "Kita tidak akan bergabung dengan blok militer atau blok pertahanan. Kita akan bergabung dengan blok ekonomi selama itu menguntungkan bagi bangsa kita. Jadi kira-kira demikian," tambah Hasan. Pemerintah mengharapkan masyarakat tidak terperangkap dalam narasi geopolitik yang merugikan posisi Indonesia, serta memahami bahwa keputusan kehadiran Presiden dalam forum internasional didasarkan pada pertimbangan yang cermat dan jadwal komitmen yang telah ditentukan sebelumnya.