Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, mengusulkan penerapan sistem pemilihan elektronik (e-voting) dalam pelaksanaan Pemilu 2029 sebagai upaya untuk mengurangi biaya pemilu yang selama ini dianggap tinggi. Selain aspek anggaran, ia menekankan pentingnya adopsi sistem e-voting mengingat bahwa generasi Z dan milenial akan menjadi mayoritas pemilih pada Pemilu 2029. Oleh karena itu, ia menyarankan agar penyelenggara pemilu melakukan kajian mendalam mengenai sistem tersebut. "Berkenaan dengan pemilu elektronik dan digitalisasi, hal ini perlu menjadi perhatian khusus dan dapat dijadikan draf untuk pembahasan pada tahapan selanjutnya," ungkap Rahmat di Jakarta, pada hari Selasa. Digitalisasi dalam penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat mengurangi angka golput. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa masyarakat modern saat ini selalu menggunakan perangkat gawai dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ia menekankan bahwa diskusi mengenai penerapan e-voting harus melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Polri. "Aspek jaringan internet yang memadai, keamanan siber, dan faktor lainnya juga harus diperhatikan agar penerapan e-voting tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu atau menjadi sasaran serangan siber. Keamanan data merupakan hal yang sangat penting dalam konsep pemilu berbasis e-voting," ujarnya. Selain itu, tren biaya pelaksanaan pemilu terus meningkat setiap tahunnya. Pada Pemilu 2004, anggaran yang digunakan mencapai Rp13,5 triliun, kemudian pada Pemilu 2009 meningkat menjadi Rp47,9 triliun, Pemilu 2014 mengalami kenaikan sebesar Rp21,7 triliun, Pemilu 2019 mencapai Rp24,8 triliun, dan terakhir Pemilu 2024 diperkirakan mencapai Rp71,3 triliun.