SURABAYA — Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar memimpin langsung seremoni pelepasan ekspor rempah-rempah Indonesia ke Amerika Serikat di Pelabuhan Tanjung Perak. Sebanyak delapan kontainer berisi komoditas cengkeh dan kayu manis dengan total berat 174 ton dan nilai ekonomi mencapai Rp14 miliar resmi diberangkatkan. Keberangkatan shipment perdana ini menjadi bukti nyata (proof of concept) bahwa Indonesia mampu memenuhi persyaratan keamanan pangan paling ketat sekalipun, setelah sebelumnya menghadapi tantangan Import Alert dari US FDA.
Pengiriman bernilai miliaran rupiah ini merupakan titik balik setelah periode penuh ketidakpastian. Amerika Serikat, sebagai salah satu pasar utama rempah Indonesia, sebelumnya memperketat pengawasan melalui sistem red list dan yellow list menyusul temuan kontaminasi Cesium-137. Komoditas yang dilepas hari ini berasal dari perusahaan-perusahaan yang sempat masuk dalam daftar pengawasan tersebut, namun kini telah berhasil membuktikan kepatuhannya melalui sistem verifikasi yang komprehensif.
Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam sambutannya menekankan makna strategis dari momen ini. Ia menyatakan bahwa pelepasan ekspor bukan sekadar aktivitas logistik, melainkan pernyataan politik dan ekonomi bahwa Indonesia siap kembali mengisi rak-rak supermarket Amerika dengan produk yang aman dan berkualitas. Nilai shipment sebesar Rp14 miliar untuk 174 ton barang menunjukkan skala ekonomi yang nyata dan kontribusi langsung terhadap devisa negara.
Baca Juga: Pendekatan Pembinaan BPOM Percepat Ketersediaan Obat TBC Yang Berkualitas
Lebih dari itu, kesuksesan ini membuka keran bagi ratusan shipment lain yang sedang dalam antrean. Data BPOM menunjukkan bahwa dalam periode November-Desember 2025 saja, terdapat 125 shipment rempah yang siap diekspor ke Amerika Serikat. Dengan telah diterbitkannya 37 Shipment-Specific Certificate (SSC), dan 82% shipment telah melalui proses scanning dan sampling, maka momentum pemulihan ekspor diprediksi akan berlangsung cepat. Keberangkatan perdana ini menjadi pemicu bagi pengiriman-pengiriman selanjutnya.
Dampak ekonomi dari pemulihan akses pasar ini sangatlah besar. Taruna Ikrar mengingatkan bahwa nilai ekspor pangan Indonesia secara keseluruhan mencapai sekitar Rp500 triliun per tahun, dimana sebagian besar produk pangan mengandung rempah. Oleh karena itu, gangguan akibat isu Cesium-137 berpotensi menimbulkan dampak finansial yang sangat masif jika tidak segera diselesaikan. Keberhasilan mengatasi tantangan ke AS dianggap akan mempermudah akses ke pasar global lainnya.
Apresiasi terhadap capaian ini disampaikan oleh Bara Krishna Hasibuan dari Satgas Cs-137. Ia menyoroti bahwa kerja cepat dan terukur BPOM bersama instansi terkait telah berhasil mengembalikan kepercayaan internasional. Restorasi kepercayaan ini adalah aset tak ternilai yang akan mendorong pemulihan perdagangan tidak hanya dengan Amerika Serikat, tetapi juga dengan mitra dagang lainnya yang memperhatikan standar keamanan serupa.
Proses menuju pelepasan ekspor ini melibatkan investasi dan kerja keras yang besar, tidak hanya dalam bentuk sertifikasi, tetapi juga penyiapan pedoman teknis bagi pemeriksa dan pelaku usaha. BPOM telah meluncurkan beberapa buku pedoman, seperti Skema Sertifikasi bagi Pelaku Usaha dan Panduan Praktis, untuk memastikan kelancaran dan keberlanjutan proses ekspor ke depannya. Ini menunjukkan komitmen untuk membangun sistem, bukan sekadar menyelesaikan satu kali pengiriman.
Dengan diberangkatkannya kontainer-kontainer berharga tersebut, Indonesia mengirimkan pesan yang jelas kepada pasar global. Pesan bahwa Indonesia adalah mitra dagang yang dapat dipercaya, yang mampu beradaptasi dengan standar internasional, dan yang memiliki komitmen tinggi terhadap keamanan konsumen. Langkah ini diharapkan menjadi katalis untuk memperkuat posisi Indonesia di peta perdagangan rempah dunia, sebuah sektor dimana Indonesia memiliki keunggulan komparatif sejarah dan alam yang luar biasa.