Pemerintah berencana untuk merevisi skema jaminan kesehatan masyarakat, yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pada tahun ini. Perubahan ini berkaitan dengan sistem kelas yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan. Kelas 1, 2, dan 3 akan dihapus mulai Juli 2025 dan akan digantikan dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Meskipun ada perubahan dalam sistem kelas rawat, besaran iuran BPJS Kesehatan saat ini tetap tidak berubah. Terkait dengan pelaksanaan KRIS, pemerintah belum memberikan kepastian mengenai kenaikan biaya iuran. Besaran nominal iuran BPJS Kesehatan masih sama karena belum ada perubahan dalam landasan hukumnya, yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 mengenai Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada peraturan atau kebijakan yang disampaikan oleh ketua dewan tarif mengenai kelas yang akan diterapkan. Di situs resmi BPJS Kesehatan, ketentuan tarif iuran juga masih tercantum tanpa perubahan. Iuran dibedakan berdasarkan jenis kepesertaan dalam program JKN, mulai dari ASN, pekerja penerima upah, hingga pekerja bukan penerima upah. Menurut informasi dari BPJS Kesehatan, iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja adalah sebesar Rp. 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. Untuk kelas III, selama periode Juli hingga Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp. 25.500, sedangkan sisanya sebesar Rp. 16.500 akan ditanggung oleh pemerintah sebagai bantuan iuran. Mulai 1 Januari 2021, iuran untuk peserta kelas III ditetapkan sebesar Rp 35.000, dengan pemerintah memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000. Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II adalah sebesar Rp 100.000 per orang per bulan, sedangkan untuk ruang perawatan Kelas I adalah sebesar Rp 150.000 per orang per bulan. Untuk Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di Lembaga Pemerintahan, termasuk Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri, iuran ditetapkan sebesar 5% dari gaji atau upah bulanan, di mana 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta. Sementara itu, untuk Peserta Pekerja Penerima Upah di BUMN, BUMD, dan sektor swasta, iuran juga sebesar 5% dari gaji atau upah bulanan dengan ketentuan yang sama. Iuran untuk anggota keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah, yang mencakup anak keempat dan seterusnya, serta orang tua dan mertua, adalah 1% dari gaji atau upah per orang per bulan, yang dibayar oleh pekerja penerima upah. Terakhir, bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, iuran akan ditanggung oleh Pemerintah. Iuran Jaminan Kesehatan untuk Veteran, Perintis Kemerdekaan, serta janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, yang dibayarkan oleh Pemerintah. Prof. Ghufron menegaskan bahwa jika iuran yang dikenakan sama, misalnya Rp 70.000 untuk semua kalangan, hal ini bertentangan dengan prinsip kesejahteraan sosial. Ia menambahkan bahwa bagi orang kaya, iuran tersebut tidak akan menjadi beban, namun bagi orang miskin, hal ini justru akan menyulitkan. Ghufron juga menekankan bahwa jaminan kesehatan pemerintah seperti BPJS Kesehatan mengusung konsep gotong royong. Perbedaan antara BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3 terletak pada besaran iuran bulanan yang harus dibayar. Berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020, rincian iuran BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut: Kelas 1: Rp 150.000, Kelas 2: Rp 100.000, dan Kelas 3: Rp 35.000. Pembayaran iuran BPJS Kesehatan dapat dilakukan di kantor cabang BPJS terdekat, melalui aplikasi Mobile JKN, M-Banking, dompet digital, atau minimarket. Fasilitas Rawat Inap BPJS Kesehatan Kelas 1: Peserta BPJS Kelas 1 akan mendapatkan ruang rawat inap yang dapat menampung minimal 2-4 orang. Jika diperlukan, pasien dapat mengajukan permohonan untuk pindah ke ruang VIP, namun harus membayar biaya tambahan di luar yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan Kelas 2: Peserta BPJS Kelas 2 akan mendapatkan ruang rawat inap yang dapat menampung minimal 3-5 orang. Peserta juga dapat mengajukan permohonan untuk pindah ke kelas yang lebih tinggi, seperti kelas 1 atau VIP, dengan syarat bersedia membayar biaya tambahan. BPJS Kesehatan Kelas 3: Peserta BPJS Kelas 3 akan mendapatkan ruang rawat inap yang dapat menampung minimal 4-6 orang. Apabila ruang rawat inap kelas 3 penuh, pihak fasilitas kesehatan dapat merujuk pasien ke fasilitas kesehatan lain yang masih memiliki ruang inap kelas 3. Perbedaan antara kelas 1, 2, dan 3 dalam BPJS Kesehatan yang perlu diperhatikan adalah jumlah biaya kacamata yang ditanggung. BPJS Kesehatan memberikan subsidi untuk kacamata dengan nilai yang telah ditentukan dalam Pasal 47 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2023, sebagai berikut: Hak rawat kelas 3: Rp 165.000, Hak rawat kelas 2: Rp 220.000, dan Hak rawat kelas 1: Rp 330.000. Besaran subsidi kacamata ini telah meningkat sebesar 10% untuk setiap kelas. Sebelumnya, subsidi untuk kelas 3 adalah Rp 150.000, untuk kelas 2 Rp 200.000, dan untuk kelas 1 Rp 300.000. Selain itu, terdapat ketentuan yang mengatur frekuensi penggunaan kartu BPJS Kesehatan untuk pembelian kacamata, yang bertujuan untuk membatasi penggunaan subsidi yang tersedia. BPJS Kesehatan menetapkan bahwa pembelian kacamata dapat dilakukan setiap dua tahun sekali untuk setiap peserta. Oleh karena itu, pembelian kacamata di luar ketentuan tersebut akan menjadi tanggung jawab peserta.