Dosen Teknik Mesin Universitas Mercu Buana, Nanang Ruhyat dan Tyas Wedhasari menyelenggarakan sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di pemukiman padat penduduk. Acara bertajuk "Signifikansi Pemahaman Titik Temu yang Aman Saat Bencana" ini diadakan di Meruya, Jakarta Barat, pada hari Minggu, 31 Maret 2024. Tujuan dari sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya K3, terutama terkait dengan evakuasi saat terjadi bencana. Peserta diajari untuk mengenali jalur evakuasi yang aman, serta untuk bertindak dengan tenang dan teratur dalam situasi darurat. Kegiatan ini diinisiasi karena pentingnya pemahaman akan titik temu yang aman saat terjadi bencana di pemukiman padat penduduk. Kondisi pemukiman yang seringkali memiliki akses terbatas dan jalanan sempit dapat menyulitkan proses evakuasi, terutama saat terjadi kebakaran. Nanang Ruhyat menjelaskan, "Penduduk mungkin tidak mengetahui jalur evakuasi yang aman atau terhalang oleh kemacetan atau blokade, sehingga meningkatkan risiko tertinggal di dalam bangunan yang terbakar." Selain itu, adanya keterbatasan ruang terbuka. Dalam lingkungan padat penduduk, ruang terbuka hijau atau area evakuasi terbuka sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Kondisi ini membuat warga sulit mencari tempat aman saat terjadi kebakaran. Penting untuk memperhatikan kesulitan komunikasi. Dalam situasi kebakaran, komunikasi yang efektif sangatlah penting untuk memberikan peringatan dini dan instruksi evakuasi kepada penduduk. Namun, di daerah yang padat penduduk, kebisingan dan kekacauan dapat mengganggu komunikasi. Hal ini akan menyulitkan penyebaran informasi yang diperlukan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan sosialisasi K3 agar dapat meminimalisasi keadaan darurat. Resiko kepadatan penduduk yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko cedera dan korban jiwa saat terjadi kebakaran, terutama jika evakuasi tidak terkoordinasi dengan baik atau jika jalur evakuasi menjadi terhalang. Kondisi lainnya, adanya keterbatasan fasilitas evakuasi. Beberapa lingkungan padat penduduk mungkin tidak dilengkapi dengan fasilitas evakuasi yang memadai, seperti tangga darurat yang cukup atau jalur evakuasi yang aman. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi warga untuk meninggalkan bangunan dengan cepat saat terjadi kebakaran. Signifikansi Memahami "Titik Temu" Menurut Nanang, sosialisasi mengenai pentingnya pemahaman titik temu yang aman saat terjadi bencana di lokasi padat penduduk, seperti di Jakarta, merupakan langkah yang sangat penting dalam meningkatkan keselamatan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi situasi darurat seperti kebakaran. Pelaksanaan Sosialisasi K3 ini diikuti oleh 12 partisipan yang hadir dengan menggunakan metode peningkatan pemahaman akan pentingnya titik temu yang aman saat terjadinya kebakaran terutama di area padat penduduk seperti DKI Jakarta. Partisipan yang hadir mewakili kepala keluarga yang tinggal di area Meruya, Jakarta Barat. Partisipan yang hadir berasal dari latar belakang yang berbeda, seperti mahasiswa, pekerja, pensiunan, dan ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil presosialisasi berdasarkan kuesioner, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar partisipan masih memiliki pengetahuan terbatas. Sebanyak 55 persen responden menganggap bahwa pengetahuan mereka tentang pentingnya pemahaman titik temu yang aman saat terjadi bencana masih kurang. Sementara itu, 20 persen dan 25 persen sisanya berada dalam kategori cukup dan baik. Kesadaran para partisipan terhadap risiko juga masih kurang. Sebanyak 45 persen responden menyatakan bahwa mereka kurang menyadari risiko terkait dengan tidak memahami titik temu yang aman saat terjadi bencana. Sementara itu, sebagian lainnya (40 persen dan 15 persen) menyatakan bahwa kesadaran mereka cukup baik dan baik. Sebanyak 50 persen responden menunjukkan kurangnya kesiapan dalam menghadapi keadaan darurat seperti kebakaran. Sementara itu, 35 persen responden menunjukkan tingkat kesiapan yang cukup baik dan 15 persen menunjukkan tingkat kesiapan yang baik. Dalam kata lain, mayoritas responden menunjukkan tingkat pengetahuan, kesadaran, dan kesiapan yang kurang baik atau cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dalam meningkatkan pengetahuan, kesadaran akan risiko, dan kesiapan dalam menghadapi darurat. Setelah sosialisasi, terjadi peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan, kesadaran akan risiko, dan kesiapan dalam menghadapi darurat seperti kebakaran pada partisipan. Sebanyak 60 persen responden menilai pengetahuan mereka tentang pentingnya pemahaman titik temu yang aman saat terjadi bencana sudah baik, sementara 40 persen responden menilai pengetahuan mereka sangat baik. Selain itu, terdapat peningkatan yang signifikan dalam kesadaran akan risiko terkait keadaan darurat seperti kebakaran. Sebanyak 75 persen responden menyatakan kesadaran mereka sudah baik dan 25 persen responden menilai kesadaran mereka sangat baik. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari sosialisasi, sebanyak 60 persen responden merasa lebih siap dalam menghadapi situasi darurat seperti kebakaran, dan 40 persen responden menilai kesiapan mereka sangat baik. Menurut Tyas, terdapat peningkatan yang signifikan dalam semua aspek jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sosialisasi lebih lanjut mengenai pemahaman titik temu yang aman saat terjadi bencana seperti kebakaran untuk meningkatkan pemahaman dan kesiapan partisipan dalam menghadapi situasi darurat.