REUTERS/Jason Redmond

Boeing Membayar Rp 17,8 Triliun Untuk Menghindari Sidang Terkait Insiden Pesawat Lion Air

Senin, 26 Mei 2025

Boeing Co. telah mencapai kesepakatan awal dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DoJ) untuk membayar kompensasi sebesar US$1,1 miliar atau sekitar Rp17,8 triliun. Hal ini dilakukan untuk menghindari proses pengadilan pidana terkait dua kecelakaan fatal pesawat 737 MAX.

Dua kecelakaan yang mengakibatkan total 346 orang meninggal terjadi pada tahun 2018 dan 2019. Salah satu dari kecelakaan tersebut adalah kecelakaan Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Indonesia, hanya 13 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pada 29 Oktober 2018. Sebanyak 189 orang di dalam pesawat tersebut tewas.

Lima bulan setelahnya, pesawat 737 MAX milik Ethiopian Airlines juga mengalami kecelakaan di dekat Addis Ababa, yang menewaskan 157 penumpang dan awak. Kedua kecelakaan ini diduga kuat berkaitan dengan sistem kontrol penerbangan yang bermasalah, yaitu Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).

Menurut laporan Wall Street Journal yang dikutip pada Sabtu (25/5/2025), dalam perjanjian ini, Boeing akan mengalokasikan US$455 juta untuk memperkuat program kepatuhan, keselamatan, dan kualitas perusahaan. Selain itu, Boeing juga akan membayar US$444,5 juta kepada keluarga korban kecelakaan serta penalti pidana sebesar US$487,2 juta, meskipun sebagian dari jumlah tersebut, yaitu US$243,6 juta, telah dibayarkan sebelumnya.

Sebagai bagian dari kesepakatan, Boeing akan mengakui bahwa mereka telah melakukan konspirasi untuk menghambat dan mengganggu operasi evaluasi pesawat di Federal Aviation Administration (FAA). Namun, Boeing tetap tidak mengakui bersalah secara langsung atas dua kecelakaan tragis tersebut, termasuk yang terjadi di Indonesia dan Ethiopia.

DoJ menyatakan bahwa Boeing telah melanggar perjanjian sebelumnya yang ditandatangani pada tahun 2021 untuk memperbaiki sistem kepatuhan terhadap penipuan. Saat ini, perusahaan juga diwajibkan untuk menunjuk konsultan independen guna mengevaluasi dan memperbaiki program etika dan kepatuhan internal.

"Keluarga para korban memiliki pandangan yang bervariasi mengenai penyelesaian ini, mulai dari dukungan hingga penolakan," ujar juru bicara Departemen Kehakiman. "Namun, berdasarkan fakta dan hukum yang ada, kami percaya bahwa ini adalah resolusi yang paling adil dengan manfaat praktis," tambahnya.

Sebelumnya, Boeing dilaporkan telah menarik diri dari rencana untuk mengakui kesalahan di pengadilan yang dijadwalkan berlangsung mulai 23 Juni 2025. Jika kasus ini dibawa ke pengadilan, pemerintah AS berisiko tidak mendapatkan kompensasi tambahan untuk keluarga para korban. Pesawat 737 MAX sempat dilarang terbang secara global selama hampir dua tahun setelah kecelakaan di Ethiopia, sebelum akhirnya diizinkan untuk kembali beroperasi dengan sejumlah pembaruan pada sistem keselamatan.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.