Kementerian Pariwisata mengungkapkan bahwa acara menarik yang diadakan oleh komunitas serta kegiatan study tour di tingkat lokal dapat berkontribusi pada peningkatan tren okupansi hotel yang sebelumnya mengalami penurunan. "Kami telah melakukan pertemuan dengan tim Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan kami sepakat bahwa kita perlu menawarkan sesuatu," ujar Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenpar, Martini M. Paham, dalam konferensi pers UN Tourism 37th CAP-CSA di Jakarta pada hari Rabu. Menanggapi penurunan okupansi hotel selama periode libur Lebaran yang lalu, Martini menekankan pentingnya bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk berpikir lebih strategis dan mencari target pasar yang baru. Sektor pariwisata tidak dapat hanya bergantung pada kunjungan atau aktivitas pemerintah di daerah. Terlebih lagi, saat ini pemerintah sedang menerapkan kebijakan efisiensi anggaran untuk Kementerian/Lembaga (K/L). Menurutnya, para pemangku kepentingan dapat mencari kegiatan menarik yang diadakan oleh komunitas lokal yang dapat meningkatkan kunjungan ke suatu daerah. "Kita juga dapat melakukan inisiatif perjalanan, seperti mengadakan rapat dengan para pemimpin perusahaan, itu bisa kita lakukan," tambahnya. Selanjutnya, kegiatan study tour yang biasanya diatur oleh sekolah juga menjadi perhatian. Ia menjelaskan bahwa meskipun beberapa kepala daerah membatasi kegiatan study tour ke luar daerah, kegiatan yang melibatkan banyak siswa tersebut masih memungkinkan untuk dilaksanakan di daerah asal. "Jika kita melihat pernyataan dari sekolah-sekolah tersebut, tujuannya bukan untuk melarang, tetapi untuk mengefisienkan kegiatan study tour agar tidak membebani orang tua. Jadi, sebenarnya diperbolehkan, asalkan di daerah setempat," jelasnya. uang-peluang seperti ini perlu Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran pada hari Jumat (11/4) memperkirakan bahwa tren kunjungan wisatawan selama libur Lebaran pada tahun 2025 akan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Periode peningkatan okupansi sangat singkat, hanya berlangsung tiga atau empat hari, setelah itu tingkat okupansi langsung turun drastis. Misalnya, dari angka 80 persen atau 90 persen, bisa anjlok hingga 20 persen, bahkan ada yang di bawah angka tersebut," ungkap Yusran saat dihubungi oleh ANTARA. Ia menjelaskan bahwa penurunan okupansi hotel disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat akibat banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan situasi politik dalam negeri yang belum stabil. Tingginya angka kasus pinjaman online (pinjol) juga berkontribusi terhadap fenomena ini.mendapatkan perhatian lebih dari para pemangku kepentingan pemerintah. Kebijakan yang akan diterapkan di masa depan juga dapat dibahas bersama berdasarkan data yang telah ada. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran pada hari Jumat (11/4) memperkirakan bahwa tren kunjungan wisatawan selama libur Lebaran pada tahun 2025 akan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Periode peningkatan okupansi sangat singkat, hanya berlangsung tiga atau empat hari, setelah itu tingkat okupansi langsung turun drastis. Misalnya, dari angka 80 persen atau 90 persen, bisa anjlok hingga 20 persen, bahkan ada yang di bawah angka tersebut," ungkap Yusran saat dihubungi oleh ANTARA. Ia menjelaskan bahwa penurunan okupansi hotel disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat akibat banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan situasi politik dalam negeri yang belum stabil. Tingginya angka kasus pinjaman online (pinjol) juga berkontribusi terhadap fenomena ini.